Selasa, 01 Mei 2012

Pelangi Dibatas Kota

Namaku Erick. Aku adalah seorang musisi yang terkadang senang menulis puisi. Hobiku itu berkembang semenjak kuliah dulu waktu masih di Bogor. Aku orang yang simple, senang bergaul dan humoris walau kadang banyak berpikir dan sentimentil layaknya seorang pecinta. Maka tak heran bila di kampus aku sering dijuluki seorang Pujangga itu dikarenakan aku sering menulis puisi disela-sela kesibukan kuliahku. Puisi adalah curahan hati begitu juga musik, ibarat hamparan senja yang merona di ladang jiwa.

Banyak keindahan di alam semesta yang menjadi inspirasiku. Terlebih ketika menyentuh cinta dan keanggunan seorang Wanita. Seperti anak panah yang melesat dari busurnya. Secepat itu kutuangkan dalam puisi dan lagu. Itulah sekilas tentang aku.

Kini aku tinggal di Karawang. Aku bekerja sebagai Marketing di salah satu perusahaan swasta POSCO IJPC yang bergerak di bidang Coil Centre/Pemotongan Baja, dengan Shareholder KOREA. Kebiasaanku dulu tidak pernah aku tinggalkan seperti nge band, menulis puisi atau kumpul bersama teman-teman entah itu nonton konser music atau nonton pertandingan sepak bola dan sebagainya.

Waktu terus bergulir seiring dengan kesibukanku hingga akhirnya aku menemukan seorang wanita yang bernama ‘Fika Yunita”. Seseorang yang hingga kini masih lekat di pikiranku. Memang sebelum mengenal Fika, aku sempat menjalin hubungan dengan seorang gadis asal kota Bandung. Namanya Diah Fitri. Dia Putih, Cantik dan Modis. Kedekatan aku dan Diah dikarenakan satu kawasan tempat kerjanya. Dia bekerja sebagai Accounting di PT. KAWAI. Karena itu aku dan dia sering berangkat dan pulang kerja bersama.

Selama 1 tahun lebih berhubungan, tiba-tiba Diah memutuskan untuk kembali ke Bandung guna melanjutkan kuliah S1 Ekonomi di UNPAD. Disitulah konflik berawal. Hingga akhirnya kita sepakat untuk mengakhiri hubungan. Meski demikian hubungan sebagai sahabat masih terjaga hingga kini. Begitulah singkatnya kisah cerita cintaku. 
Sebelum mengenal jauh tentang Fika gadis yang baru aku kenal, beginilah awal ceritanya. Pada tanggal 30 Desember 2011 digelar sebuah acara “QSS Fun Day Festifal”. Itu adalah sebuah acara independent konser music yang diadakan di sebuah restoran di daerah Sindang Reret Karawang Barat. Kebetulan “TINPLATE” (Band Akustik ku) dapat undangan untuk perform disana. Sekitar pukul 18.30 wib, acara pun dimulai, suasana begitu ramai di restoran itu. Banyak sekali yang hadir terutama karyawan-karyawan dari PT. POSCO IJPC.
Satu persatu band mulai ditampilkan. Acara begitu meriah hingga akhirnya aku dan kawan-kawanku perform pada pukul 20.05 wib. Kami membawakan lagu Ten 2 Five yang berjudul “I Will Fly”. Tidak begitu sulit untuk membawakan lagu tersebut. Karena sewaktu di Bogor dulu aku pernah membawakan lagu tersebut bersama band ku “SAGITA”. Malam yang begitu hangat bersama sambutan tepuk tangan yang begitu meriah dari para penonton kepada kami. Sebuah momen yang berkesan!

Keesokan harinya, hari sabtu hari libur kerjaku. Disaat sore menjelang, hujan turun cukup deras mengguyur kota karawang. Saat itu aku masih di warnet menunggu hujan reda. Warnet itu tidak begitu jauh dari rumahku. Sambil browsing, kubuka Facebook Mas Heri, kakak iparku. Ternyata dia pun tengah online dan kita pun chattingan. Disitulah aku mulai menanyakan tentang Fika lebih jauh. Hingga akhirnya kutitipkan salam untuk gadis itu kepada Mas Heri.

Tak lama kemudian hujan reda. aku pun meninggalkan warnet menuju studio music Bravo. Latihan untuk perform nanti malam di GOR PANATAYUDA Karawang. Kami latihan 2 jam. Seperti biasa HP selalu ku matikan agar lebih focus dan konsentrasi dalam latihan. Latihan penuh semangat senang sekali rasanya.

Selesai latihan, kita tidak langsung pulang. Istirahat sebentar sambil menikmati kopi hangat di sebuah warung dekat studio tersebut. HP pun mulai ku aktifkan kembali. Aku sempat kaget ketika ada SMS dari no yang tidak aku kenal 081298080
***. 

Begitu ku baca isinya, “Masih kenal gak sama aku Fika?”. Seketika dadaku berdegup kencang. Aku hampir tidak percaya kalau SMS itu dari dia. Gadis yang aku titipkan salam lewat Mas Heri beberapa jam yang lalu.

Pukul 20.00 wib di sekitar Gor karawang sudah dipadati pengunjung. Suasana tahun baru yang begitu ramai sekali. “Pesta Rakyat Karawang Akhir Tahun 2011”, itu nama acaranya. Perform disitu kami membawakan 2 buah lagu dari Andra And The Backbone, “Main Hati” dan “Musnah”. Sungguh pengalaman yang luar biasa bisa tampil di big event seperti itu. Terlebih ketika melihat antusias penonton yang menikmati acara tersebut.
*****

Setelah turun panggung, aku sempat melihat band band lain yang ikut tampil di acara tersebut. Cukup banyak yang tampil. Tak lama kemudian aku pamit pulang pada teman teman band ku karena saat itu aku masih ada janji untuk kumpul bareng sama anak anak MISK (Milanisti Indonesia Sezione Karawang). Kebetulan lokasinya tidak begitu jauh dari Gor tersebut sekitar 500 m.

Setibanya disana, ternyata benar mereka tengah menunggu kedatanganku. Terlihat dari senyum sapa mereka yang begitu hangat. Disitu kita bertukar informasi dan berbagi pengetahuan tentang Club AC MILAN. Sangat menyenangkan bisa kumpul bareng bersama orang-orang yang memiliki kesamaan menyukai Tim Sepakbola AC Milan. Hingga pukul 01.30 dini hari aku mulai melangkah pulang. Dengan keadaan lelah dan capek aku mengendarai sepeda motor menuju ke rumahku di Citra Kebun Mas. Di tengah jalan berkali-kali aku melihat kecelakaan. Sungguh mengerikan hingga akhirnya aku tiba di rumah dengan selamat.

Pada tanggal 1 Januari 2012, tepatnya pukul 07.00 pagi temanku, Feri Hakim menelpon. Dia mengajak aku untuk melawat ke rumah teman yang sehari sebelumnya meninggal dunia. Sehubungan jenazah akan segera dimakamkan, aku pun segera berangkat.

Sesampainya disana, suasana haru dan isak tangis keluarganya membuat hatiku merasa terketuk dan sedih tentunya. Semoga ALLAH mengampuni segala dosa-dosanya dan memberikan kesabaran kepada keluarga dan kerabatnya. Di rumah almarhum bukan hanya aku dan Feri, teman-teman kerja yang lain pun hadir dan ikut berbela sungkawa. Kami semua ikut menyembahyangkan dan menguburkan jenazahnya.

Selepas sholat maghrib, aku pun pulang ke Bogor menaiki bis Agra Mas. Suasana di sekitar Terminal Klari Karawang Timur terlihat sepi. Sambil menunggu waktu, aku telpon Fika. Tak lama dia menerimanya. Begitu surprise ternyata dia mau menerima telpon dariku. Cukup lama kita mengobrol tentang banyak hal. Seperti membuka sebuah lembaran baru di dalam sudut hati.

Sampai di terminal Baranang Siang Bogor, pukul setengah 10 malam. Aku sengaja SMS Fika hanya untuk sekedar mengucapkan selamat malam. Tapi dia tak membalasnya. Akhirnya aku coba iseng untuk transfer dia pulsa 10 ribu. Dia sempat kaget karena tiba-tiba dapat pulsa. Padahal itu pulsa dariku, heee..hee.. tawaku dalam hati.
*****

Keesokan harinya, selesai sholat subuh aku kembali pulang ke Karawang. Sampai di Karawang pukul 7 pagi. Begitu tiba di kantor, aku SMS Fika sekedar mengucapkan selamat pagi dan semoga dia sukses di hari pertamanya dia training kerja. Tak lama dia membalas SMS dariku. Dia mengatakan bahwa dia tadi bagun pagi sekali dan posisinya sekarang sedang menaiki busway menuju ke tempat training kerjanya itu.
Pada tanggal 3 Januari, pukul 08.42, ketika aku tengah asik bermain gitar di rumah temanku, dia membalas SMS ku yang tadi malam. Dia memberi tahu padaku kalau dia tanggl 3 ini libur trainingnya.

Pada tanggal 5 Januari pukul 16.30, aku berada di kantor menunggu waktu pulang. Hujan turun cukup deras. Sambil menunggu hujan reda, aku browsing internet. Sudah 2 hari ini aku tidak SMS atau telpon Fika. Sebenarnya aku hanya ingin tahu apakah dia merasa kehilangan aku atau tidak. Ternyata benar SMS dari dia pun datang.
“Di Karawang Ujan ga, Rik? D’Jkrta ujan deres bgt dri siang smp sekarang lom jga berenti”

Kemudian dia memberiku informasi kalau dia tengah libur hari ini. Dan besok tanggal 6 Januari adalah hari penentuan diterima tidaknya dia bekerja. Kemudian lewat sms dia sempat bertanya juga :
“Sedang apa kamu? Katanya.
Aku sedang mendengarkan lagu Anji yg judulnya Ternyata Cinta yg nantinya harus aku pelajari untuk latihan bersama bandku di hari sabtu nanti”, Jawabku.

Malam harinya Fika menanyakan padaku tentang pin BB. Aku tak sempat menjawabnya karena sudah tertidur pulas.

Keesokannya, pada saat istirahat di kantor sambil menunggu sholat Jum’at, aku SMS Fika. Aku memberitahukan padanya agar dia untuk tidak telat makan siang. Setelah selesai sholat Jum’at, aku telpon dia. Aku memberitahu kepadanya kalau waktu malam itu aku sudah tidur jadi tak sempat membalas SMSnya. Aku pun sempat mengatakan bahwa aku tidak mempunyai pin BB dengan alasan aku belum begitu suka dengan BB.

Akhirnya kita mengobrol banyak hal tentang kisah hidup kita masing-masing. Obrolan pun selesai ketika dia mulai melanjutkan kegiatan trainingnya.
*****

Malam harinya, kembali ku telpon Fika di depan rumahku. Banyak hal yang aku bicarakan padanya mulai dari keluarga sampai pekerjaannya. Sekitar satu jam aku telpon dia. Sebelum tidur aku sempat memberinya sedikit puisi ucapan selamat tidur.

Pada tanggal 7 Januari, Orangtuaku, Papah dan Mamah dari Bogor sengaja datang berkunjung ke Karawang. Saat itu jadwalku latihan di studio bersama bandku. Selesai latihan aku langsung pulang ke rumah. Sesampainya di rumah Fika SMS padaku.

Tanggal 9 Januari, pukul 21.00 malam aku menghadiri rapat warga. Aku sempat SMS Fika kalau aku sedang memimpin rapat warga dan meminta doanya agar bisa berjalan dengan sukses. Rapat warga RT.37 RW. 11 Perumahan Citra Kebun Mas tempat tinggalku di Karawang yang dilaksanakan setiap tiga bulan sekali. Aku memimpin rapat karena aku termasuk salah satu pengurus di RT yaitu sebagai wakil RT Disela-sela rapat aku sempat SMS Fika sebatas mengucapkan selamat malam dan selamat tidur.
Tanggal 12 Januari aku tidak masuk kerja dapat cuti dari kantor. Aku sengaja mengambil cuti agar bisa menemui Fika. Memang pada awalnya aku merasa ragu apakah dia libur kerja atau tidak. Tapi pada saat itu aku yakin seyakin-yakinnya kalau dia hari ini libur kerja.

Pukul sepuluh pagi aku berangkat dari Karawang menuju Bogor. Sesampainya di terminal Bogor pukul 12 siang. Sebelum melanjutkan perjalanan, aku sempat mampir di rumah temanku untuk sholat Zuhur. Setengah jam kemudian aku kembali melanjutkan perjalanan menuju ke arah Graha Cijantung, tempat dimana aku janjian sama Fika. Aku dan Fika janjian untuk bertemu di Graha Cijantung pukul 14.00 siang. Namun sayang perkiraanku meleset. Ternyata aku masih berada di Bogor pukul 13.30 siang. Bis yang aku tumpangi berjalan lamban. Berkali-kali Fika SMS menanyakan keberadaanku. Bahkan dia sempat menelpon ke no HP ku. Hanya sayangnya Hpku lowbatt.
Tiba di Graha Cijantung pukul 14.30. Fika pun langsung aku telpon. Syukurnya dia langsung menjawab telponku. Dia mengajaku untuk bertemu di Poci (food court). Selang beberapa menit, aku melihat gadis memakai baju berwarna hitam, celana jeans dan berambut panjang. Gadis itu seperti kebingungan mencari seseorang. Jangan-jangan itu Fika, Pikirku. Fika pun segera ku telpon. Tiba-tiba gadis itu mengangkat telponnya. Ternyata benar dia adalah Fika. Sejujurnya aku sempat terkejut melihatnya. Ternyata dia manis, tinggi dan modis. Dia pun tersenyum ketika melihatku. 
 Akhirnya kami bersalaman dan berkenalan.
“Hei…aku Erick!” Ucapku, dengan mengukurkan tangan ke dia
Aku Fika” Jawab dia sambil sedikit malu
Fika, maaf yach! Erick datangnya telat, bis nya tadi lambat banget jalan nya, udah gitu macet pula lagi”
“Ga apa-apa Erick!” Jawab Fika renyah.

Sejenak kita saling bertatapan dan dikemas dengan senyuman. Sebuah momen yang tidak terlupakan.
Tak lama aku mengajaknya makan di area Poci tersebut. Sambil memesan makanan kepada pelayan aku sempat mencuri-curi pandang kepadanya. Sejujurnya dia memang manis dan ramah tentunya. Sekilas aku sempat kaget ternyata baju yang aku kenakan sama warnanya dengan dia hitam. Sesekali dia memandang ke arahku sambil tersenyum. Jiwaku bergetar...inikah gadis itu..pikirku.

Aku sempat meninggalkannya sebentar sekitar 20 menit untuk sholat Ashar. Satu jam berlalu bersama dia di tempat itu. Setelah itu dia mengajak aku untuk jalan-jalan ke toko buku Gramedia dan akhirnya ke Mc Donald. Sambil menikmati softdrink dan ice cream aku dan dia melanjutkan obrolan. Kali ini obrolannya semakin intensif . kami berdua saling menceritakan tentang diri masing-masing, tentang keluarga dan pekerjaan masing-masing. Tak jemunya aku memperhatikan paras wajahnya yang cantik.

Tak terasa waktu sudah pukul 17.10 sore aku pun memutuskan pulang kembali ke Karawang. Dia sempat mengantarkan aku sampai ke depan Graha Cijantung. Dia memberitahuku kendaraan mana yang harus ku tumpangi agar aku bisa dengan mudah mendapatkan bis jurusan Karawang. Tak lama aku pamit dan bersalaman. Lalu menaiki angkutan umum No 37 jurusan Kp. Rambutan. Di dalam angkutan umum aku SMS Fika.
“Terima kasih atas pertemuan hari ini, hati-hati di jalan, Fika” Kataku. Kemudian dia balas SMS ku.
“Iya sama-sama Erick, hati-hati ya di jalan”.
“Kalau sudah sampai kabari aku ya!” Jawabnya.
 Pukul 19.00 malam aku sampai di Karawang. Aku pun SMS Fika kalau aku sudah sampai Di kota Karawang. Dia tidak membalasnya. Aku yakin pulsa dia pasti habis. Tak lama aku transfer dia pulsa. Sambil bercanda pada Fika aku bilang nanti bakal ada pulsa nyasar ke HP kamu. Ternyata Fika baru sadar kalau pulsa nyasar waktu beberapa minggu yang lalu pun dari aku.
Menjelang pukul 21.00 malam aku sms Fika, memberitahukan kepadanya kalau aku mau menelponnya. Karena Mamahku ingin berkenalan dengan dia lewat telpon. Tampak akrab di telinga ketika mereka berdua berbicara di telpon. Oh begitu senangnya hatiku.

Tanggal 17 Januari pukul 11.12 Fika kirim sms. Hanya saja aku baca pada pukul 12.30 lewat karena ada meeting dengan customer.
“Maaf nih Erick baru balas, baru ada pulsa”.
“Sekarang aku stay di Ambassador, hari ini masuk pagi” SMS nya.

Sorenya pukul 17.30 aku coba untuk SMS dan telpon dia. Namun sayang dia tidak membalasnya. Begitu juga dengan telpon tidak diangkat. Aku berpikir mungkin dia sedang istirahat karena capek pulang kerja. Pukul 17.39 Fika baru membalas SMS ku tapi aku tengah sibuk kursus bahasa Korea. Jadi setiap hari selasa pukul 17.00-18.00 itu jadwal kursus Bahasa Korea di kantorku.

Tanggal 30 Januari aku kembali bertemu dengan Fika. Ini kedua kalinya aku ketemu dengan dia. Aku dan dia janjian di tempat biasa yaitu di Graha Cijantung. Awalnya janjian pukul 11 siang, tapi di tengah perjalanan dia telpon aku kalau dia bisa ketemuannya sekitar pukul 14.00 siang karena Fika baru bangun tidur. Ternyata tadi malam dia lembur. Sambil menunggu waktu aku pergi ke klinik di daerah Cibinong Bogor untuk berobat. Karena sebenarnya kondisi badanku lagi kurang fit karena kurang istirahat dan terlalu banyak begadang karena nonton bola di televisi Liga Seri A Italia.

Sekitar jam 12 aku pun berangkat menuju Graha Cijantung mengendarai sepeda motorku. Sampai disana pukul setengah 14.00. Sambil menunggu dia datang aku sholat dulu di mushola tempat pertama aku sholat saat bertemu dengan Fika pertama kalinya. Akhirnya tak lama dia datang juga. Dia mengenakan baju berwarna hitam seperti biasa.

Kemudian kita berdua ke Pujasera untuk makan. Aku memesan nasi goreng special dan jus alpukat. Dia memesan lemon tea untuk minumnya. Sambil menunggu hidangan datang aku memulai pembicaraan. Aku menanyakan tentang pekerjaannya. Sambil berbicara aku memperlihatkan video waktu aku manggung di acara kantor lewat HP ku. Dia melihat aku yang sedang bermain gitar di video itu. Kemudian ku perdengarkan padanya lagu-lagu ciptaan ku dan lagu-lagu band ku tentunya. Dia menyimaknya. Ternyata dia suka sekali dengan lagu-lagu ku dan suaraku. Dia banyak melamun ketika mendengarkannya. Sepertinya dia sangat menikmati lagu-lagu tersebut.

Saat makanan datang aku tidak begitu berselera menyantapnya karena memang sedari tadi aku sedang kurang sehat. Dia pun mulai perhatian.
“Biarpun sedang sakit kamu harus tetap makan banyak” katanya.
“Iya, trima kasih Fika!” Cuma emang aku lagi ga nafsu makan aja.
Selesai makan dengan perasaan yang berdebar-debar aku memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatiku padanya.
Masih lekat dalam ingatanku saat aku mengutarakan isi hatiku sama Fika.
Fika, sini deh aku mau ngomong sesuatu sama kamu” Sambil ku dekatkan posisi kursi aku ke dia supaya aku bisa lebih jelas berbicara dengan dia.
“Hmmmm… aku mau ngomong sesuatu sama kamu tentang perasaan aku Fika pun hanya tersenyum melihat aku.
“Ya ngomong aja Rick”
“Jujur aja walaupun baru dua kali aku ketemuan sama kamu…
Aku ngerasa nyaman aja sama kamu, ga tau kenapa???”
Fika, Aku ga bisa ngebohongin sama hati nurani aku
Akuuuuu…Sayang Kamu” Dengan sedikit kaget dan tersipu malu aku lihat ekspresi dari Fika.
Saat itu benar-benar hari yang berharga buat aku karena aku telah mengutarakan isi hati aku yang sebenarnya ke Fika. Di iringi dengan rinai rintik hujan di “Graha Cijantung”

Aku bilang kalau aku sayang padanya. Sebenarnya dia pun merasakan hal yang sama hanya saja dia ingin menjalani hubungan ini dengan apa adanya dulu, mengalir seperti air. Ya mungkin karena kondisi Fika yang baru putus dengan pacarnya beberapa bulan lalu, membuat dia belum bisa penuh membuka hatinya. Aku pun setuju dan menghargai alasan dia karena aku tidak ingin memaksa Fika. Aku lebih menyukai kalau Fika bisa tulus, dan bukan menganggap aku sebagai persinggahan cinta sesaatnya.

Kini semua hanya tinggal waktu. Aku serahkan semuanya pada alam dan mekanisme langit beserta isinya. Tapi aku berharap dia bisa menerimaku dengan sepenuh hati. Mungkin dialah gadis yang selama ini aku cari. Seperti menemukan sebuah nada indah di dalam lagu. Atau seperti sebuah bait puisi yang elok. Itulah dia. Selalu bersinar di dalam hati memberikan kehangatan di ruang jiwaku.

Diam




Aku hanya terdiam ketika senyum tak lagi menyapaku, ketika ceria tak lagi menghampiriku, ketika kepedihan terus mengikutiku disetiap jejak langkahku. Berharap pun serasa aku tak mampu. Aku hanya menunggu takdir akan berpihak padaku serta memberikan jawaban dan kebenaran. Tapi, entah sampai kapan semua ini akan berlalu. Aku hanya sebuah debu kecil yang tergeletak tak berkutik. Sesekali angin membawaku bertebangan sesuka yang dia mau, aku pun hanya mengikuti kemana arus angin pergi membawaku.

Dalam keheningan, dalam kesepian, dalam kehampaan, aku mencoba dan terus mencoba menapaki hidup yang keras ini. Berharap Sang Ilahi mendengar dan menjawab doa yang Kupanjatkan disetiap hembusan Napasku. Air mataku selalu kutumpahkan setiap hari, dan dapat kurasa betapa semakin berat hidup ini. Semakin bergelora badai menerjangku, hingga terkadang aku tak tahu arah dan berbuat salah yang semakin menyiksaku sendiri. Aku bukan apa-apa tanpa cahaya Tuhanku. Sungguh jiwa ini kering tanpa kasih sayang dari Sang Maha Kasih.
“Ah…kamu melamun lagi!!” Suara Ardi membuyarkan lamunanku.
“He..he.., gak kok ” aku mengelak dan mencoba tersenyum di hadapannya, aku tak ingin membuatnya khawatir.
“Kamu jangan bohong sayang…aku dapat melihat dari tatapan matamu yang kosong, mikirin apalagi sih?”

Aku terdiam sejenak, tiba-tiba aku teringat hal yang selama ini mengusik pikiranku. Ardi, kekasih yang telah menemaniku selama lebih dari 3 tahun ini. Entah apa yang membuatnya bertahan denganku hingga sekarang. Dari sekian pilihan gadis yang mampu mengisi hari-harinya, dia tetap memilihku. Kasih sayangnya begitu nyata terhadapku, aku dapat merasakan disetiap pengorbanan dan waktu yang selalu dia usahakan untukku. Cinta ini mungkin terlarang, tapi aku tak sanggup meninggalkannya.
“Sayang……sayang..ngalamun terus sih, mau cerita gak ?”
Aku masih terdiam tak menjawab pertanyaan dan hanya menatapnya.
Dia tersenyum kepadaku, sungguh senyumannya membuatku hanyut dalam kasih sayangnya. Tetapi senyuman itu juga yang membuatku luka. Terluka karena tak yakin aku masih dapat melihat senyuman itu lagi. Selama kita bersama orang tua dan keluargaku tidak menyetujui hubungan kami. Mereka menginginkan aku mendapat yang lebih baik , aku tak boleh menjalin hubungan serius dengan lelaki sebelum waktu yang ditentukan orang tuaku, atau dengan berbagai alasan lain mereka melarang hubungan ini. Mereka tidak tahu betapa aku mencintai Ardi, dia selalu ada untuk menguatkanku, memberiku semangat dan menghapus air mataku disaat aku bersedih. Aku tahu dia tak sempurna bahkan tak akan mungkin aku menemukan kesempurnaan di dunia ini. Tetapi dia selalu berusaha menjadikan hidupku sempurna dan melakukan yang terbaik, dengan cara dan pilihannya sendiri.
“Lhoh…kok malah nangis sih.”
Akuakuuu…hiks…hiks…”

Aku tak dapat meneruskan kata-kataku, tangisku meledak begitu saja. Ardi membawaku dalam pelukannya dan mencoba menenangkanku.
“Menangislah sepuasmu, jangan malu dan jangan ditahan, gak apa-apa sayank…nanti kalau udah tenang, crita ya sama aku…”

Ardi masih memelukku erat, air mataku masih mengalir dan membasahi bajunya. Belum ada satu katapun yang keluar dari mulutku. Entah mengapa lidahku terasa kelu untuk sekedar bercerita tentang perasaanku kepada kekasih hatiku ini. Mungkin karena terlalu berat beban ini atau karena lagi-lagi aku tak ingin membuatnya khawatir. Mungkin juga aku lebih nyaman dengan keadaan ini, menangis dan bersandar dalam pelukannya sepuas yang aku mau. Kebersamaan ini sungguh indah tetapi juga sungguh membuatku gundah. Akankah aku harus melepasnya karena dia belum menjadi milikku dan kami belum diikat oleh tali pernikahan. Ataukah aku harus bertahan dan menunggu hingga aku temukan harapan, keluargaku akan merestui hubungan kami, dan kami akan mempunyai keluarga yang bahagia. Tetapi itu semua hanya sebuah mimpi dan hubungan kami tetap saja terlarang saat ini.
“Sayank…masih belum mau cerita ya…apa sih masalahnya, cerita sama aku siapa tahu aku dapat kasih solusi. Gimana..??? heeemmm…udah ah, jangan nangis terus gitu..bilang sama aku apa yang terjadi.”

Ardi terus membujukku dan menatap mataku dalam-dalam seraya menghapus air mataku. Aku hanya menggelengkan kepala dan kembali kedalam pelukannya. Tangisku semakin tak terkendali, terasa ada tusukan di dadaku yang mulai sesak karena tangisku. Aku mencoba menarik napas dan mengendalikan diriku.
“Ya udah kalau belum mau cerita aku gak akan maksa, besok atau kapanpun kamu mau cerita kamu cerita ya…dan ingat gak ada masalah yang gak ada solusinya jadi jangan panik dulu cobalah tenang menghadapi masalahmu. Satu lagi, jangan terlalu berat memikirkannya, nanti kamu jadi sakit bahkan stress, lihat badanmu sekarang udah kurusan lho. Bisa kan sayank..?”

Aku hanya mengangguk kecil dalam pelukannya.
Sungguh berat jika aku harus melepasnya dan mengikhlaskannya menjadi milik yang lain atau aku yang harus bersama lelaki lain pilihan kedua orang tuaku. Aku teringat kejadian-kejadian selama 3 tahun ini, bagaimana sikap keluargaku kepada Ardi. Ayahku sering sekali menghindarinya, bahkan ayah hanya berada di kamar saat Ardi datang. Tak ada sapa hangat, tak ada keramahan bahkan menemuinya saja tidak. Saat harus berhadapan dengannya ayah dengan wajah terpaksa membalas uluran tangan Ardi dan mencoba bersikap sewajar mungkin. Tetapi sungguh itu terlihat sangatlah aneh dan aku lihat ayah jarang sekali menatap Ardi. Sejak aku kecil ayah selalu mengajariku sopan santun kepada orang yang lebih tua ataupun orang lain yang aku temui dirumah dan dimana saja. Tetapi seperti inikah contoh dari bimbingan ayah selama ini.

Aku ingat juga sikap ibuku kepada Ardi, tak jauh dari ayah. Walaupun sesekali ibu menanyakan tentang Ardi kepadaku, terkadang ibu begitu ramah dan perhatian kepadanya. Tetapi itu tak pernah berlangsung lama. Akhirnya ibu tetap tidak suka dan terkadang memintaku meninggalkannya. Ketika aku menjelaskan bahwa Ardi tak seburuk yang ibu pikirkan dan bukan salahnya sekarang dia bersamaku karena aku juga menyayanginya, ibu tak peduli dengan jawaban itu. Ibu dan ayah tetap pada prinsip dan keinginan mereka agar aku berpisah dengannya.
Jika saat ini aku dapat mengucap beberapa kata untuk kedua orang tuaku aku akan berkata :

Ibu, ayah…Maafkanlah aku
Kumohon mengertilah aku, aku mencintainya karena dia segalanya untukku
Aku memohon restu kalian untuk hubungan kami yang sudah sejauh ini kami jalani
Aku tak pernah bermaksud menjadi anak durhaka karena menentang keinginan kalian
Aku tak pernah memilihnya tapi hatiku menujukan cintaku kepadanya dan
Mungkin ini adalah takdir Tuhan
Ibu, ayah…aku bersamanya bukan berarti kalian akan kehilanganku
Aku akan tetap berusaha merawat ,menjaga dan menyayangi kalian sampai akhir hidupku
Saat ini aku masih milik kalian dan aku akan penuhi kapan waktu dia boleh menjemputku dan menjadikan aku menjadi miliknya
Yakinlah dia akan menjaga dan mencintaiku dengan baik seperti yang kalian lakukan selama ini terhadapku
Ibu dan ayah adalah orang tua terbaik yang pernah aku miliki
Selamanya kalian akan ada dalam hati dan jiwaku
Kumohon Ibu dan Ayah berikan restu karena keridho’an kalian adalah keridho’anNya
Doakan aku bahagia dengan yang terbaik untukku

Hingga senja datang belum juga aku mengatakan kegundahan hatiku kepada Ardi. Aku hanya menangis merasakan sakit yang terus menusuk hatiku di rumah Ardi. Rumah yang memberikan kehangatan untukku, bahkan terkadang lebih hangat daripada rumahku sendiri. Keluarganya begitu ramah dan baik kepadaku, berbeda dengan sikap keluargaku kepada Ardi. Dapat kurasakan mereka telah menganggapku bagian dari hidup mereka. Aku selalu merasa nyaman berada di rumah itu bahkan aku sering merindukan kebersamaan di sana. Terkadang aku tak sabar menanti datangnya saat aku benar-benar menjadi bagian dari hidup Ardi dan keluarganya. Hidup dan membangun keluarga bersama kekasih hatiku, kebahagiaan ini tak akan terasa semu karena belum adanya ikatan suci di antara kami.

Senja itu kami lanjutkan dengan shalat Ashar berjama’ah. Dalam diam aku berdoa agar yang Kuasa mempersatukan kami suatu saat nanti. Agar Sang Ilahi membuka pintu hati kedua orang tuaku dan keluargaku untuk menerima Ardi menjadi imam dalam hidupku. Aku juga berdoa Ardi akan tetap berlapang dada dan tak pernah lelah mencintaiku dengan perjuangan panjang ini dan bahwa benar dia adalah yang tertulis dalam suratan takdir untuk menjadi pendampingku. Aku berdoa semua orang terkasih dalam hidupku mendapatkan yang terbaik. Semoga doaku cepat didengar dan dikabulkan oleh Sang Maha Kasih.Aminnnn....

AKU BENCI BULAN

Langit malam ini terlihat begitu indah, bintang bertaburan di atas langit gelap yang membentang. Terlihat sangat indah karena tak ada bulan di atas sana. Aneh ya, tak ada bulan kok dibilang sangat indah. Padahal dengan kehadiran bulan akan membuat langit malam menjadi lebih indah. Itu pendapat kebanyakan orang, tapi tidak bagiku. Mungkin orang-orang akan mengecapku cowok aneh, cowok yang tidak romantis atau cowok apalah gara-gara aku sangat membenci bulan. Hampir seluruh orang menyukai benda langit ini yang merupakan satu-satunya satelit alami bumi. Sebenarnya dulu aku sangat menyukai bulan, apalagi jika bulan tampak membulat sempurna. Sangat indah untuk dipandang. Namun, semua kesukaanku terhadap bulan hilang seketika karena terjadinya tragedi yang sampai saat ini tak bisa aku lupakan.
***
“Pa, ayo dicepatkan saja laju mobilnya. Bulan selalu mengikuti kita nih!” kataku teriak-teriak pada papa sambil terus melongokkan kepalaku ke luar jendela mobil memandang bulan yang indah di langit.
“Sabar sayang. Lihat tuh papa sudah ngebut,” ujar mama yang duduk di sebelah papa sambil senyum-senyum melihat tingkahku.
Aku dan kedua orangtuaku sedang dalam perjalanan mengikuti arah bulan. Kami bertiga sama-sama menyukai bulan. Terlebih mama yang sangat maniak dengan satelit bumi ini. Perabot di rumahku hampir seluruhnya bergambar bulan. Malam ini saja baju yang kami kenakan bergambar bulan. Sengaja papa menyediakan waktunya malam ini buat aku dan mama. Biasanya malam-malam seperti ini papa sibuk berkutat dengan laptopnya di ruang kerja. Namun karena aku yang merengek-rengek minta keluar malam ini karena melihat langit malam begitu terang dan bulan terlihat penuh dan bercahaya begitu benderang.
“Ma, bulan mengikuti kita terus. Hebat ya, dia cepat juga menyusul.” aku berkata pada mama yang juga lagi memandangi bulan dari jendela mobil.
“Raka sayang, jika semakin jauh suatu benda, benda itu akan terlihat seperti mengikuti kita perlahan-lahan. Jarak gerak kita kecil jika dibandingkan dengan benda sebesar bulan. Jadi, bulan akan terlihat mengikuti kita ke mana pun kita pergi,” jelas papa sambil menyetir.

Tiba-tiba di depan kami ada truk besar melaju dengan sangat kencang. Papa tak sempat lagi mengelak. Hanya mampu membanting setir ke kiri namun truk itu tetap menyenggol mobil kami. Mobil menabrak pohon dan terjadilah tragedi yang menghilangkan nyawa kedua orangtuaku. Hanya aku yang selamat karena duduk di bagian tengah mobil.
Air mata membasahi pipiku jika mengingat tragedi yang terjadi 9 tahun yang lalu. Mulai dari tragedi itu hingga sekarang dan selama-lamanya aku akan membenci bulan. Orang tuaku meninggal disebabkan sedang melihat bulan yang dengan angkuhnya berdiri tegak di langit. Itu yang selalu mendominasi pikiranku tentang bulan yang menurutku dialah penyebab utama orangtuaku pergi untuk selamanya. Pokoknya aku begitu membenci bulan. Selama 9 tahun terakhir ini aku tak lagi keluar di waktu malam jika ada bulan bersinar. Melihat bulan akan membuatku bersedih dan menambah kebencianku.
***

“Cewek itu bernama Bulan, Ka. Adik tingkat kita, cantik dan manis ya.” kata Andre teman kuliahku yang menyadari sedari tadi aku memperhatikan cewek itu.
Mataku tak lepas dari Bulan yang lagi makan sambil mengobrol dengan dua orang temannya di kantin. Memang cantik, manis dan menarik. Dengan rambut lurus dan berponi indah, mata bulat, hidung bangir, bibir merah merekah, serta tingkahnya yang menggemaskan. Dia melihat ke arahku dan aku salah tingkah karena ketahuan. Dia tersenyum padaku dan aku balas senyumannya yang sangat indah. Tiba-tiba aku tersadar, menepiskan semua rasa kagum pada adik tingkatku itu. Aku tak suka dia karena bernama Bulan dan Bulan ternyata sangat menyukai bulan. Walau dia semenarik apapun, aku akan berusaha untuk menjauhinya.

Setelah pertemuan kami di kantin itu, Bulan mencoba akrab dan mendekatiku. Andre bilang Bulan menyukaiku. Tak bisa bohong aku pun juga suka dia. Tapi masalahnya dia bernama Bulan. Andre yang tahu alasanku kenapa menjauhi Bulan menceritakan yang sebenarnya kepada Bulan. Beberapa hari kemudian Bulan datang menemuiku yang lagi mengetik skripsi di perpustakaan. Dia langsung duduk di sebelahku dan mengajak bicara.
“Kak, Bulan sudah tahu semuanya. Tapi kakak egois,masa cuma gara-gara itu kakak jadi membenci Bulan juga. Bulan tahu kakak menyukai Bulan, kenapa harus menutupi perasaan itu, Kak?”
“Kamu bilang ‘cuma’? Kamu tak mengerti dan kamu tak mengalaminya, Bulan. Tahu apa kamu?” jawabku yang langsung meninggalkannya keluar perpustakaan.
***

“Halo Kak Raka. Lagi apa?” tanya Bulan dengan suaranya yang merdu di telepon.
“Lagi tiduran saja sambil dengar musik.” jawabku dengan cuek.
“Keluar sekarang ya, Kak. Bulan di depan rumah kakak. Bulan mau melihat bulan yang sangat indah di langit malam ini berdua sama kakak.”

Aku terheran-heran dengan omongan Bulan. Langsung ku sibakkan tirai jendela kamarku. Benar, bulan sedang berdiri di depan rumahku dengan kepala tengadah ke atas memandangi bulan sambil tetap bicara denganku lewat handphonenya.
“Aku tidak mau. Lagian siapa suruh kamu ke rumahku malam minggu gini mengajak melihat bulan segala. Kayak anak kecil saja.”
“Ayolah, Kak. Please! Buang semua rasa benci kakak pada bulan. Kematian orangtua kakak itu bukan karena bulan. Itu kecelakaan, takdir yang sudah ditetapkan Tuhan. Bulan akan tetap menunggu kakak disini sampai kakak mau keluar.”

Aku tetap bersikukuh dengan pendirianku untuk tidak keluar. Sudah lebih setengah jam Bulan menungguku di luar. Bulan dengan sabar menungguku sambil memperhatikan bulan di langit. Aku kasihan dengannya, ingin keluar sesuai keinginannya. Tapi egoku mengalahkan rasa kasihanku pada Bulan. Tiba-tiba terdengar suara teriakan Bulan. Aku menuju ke jendela dan melihat Bulan sudah terkapar. Dengan berlarian aku keluar rumah. Tak dapat terlukiskan perasaan sedihku ketika ku lihat Bulan terkapar dengan bersimbah darah. Mobil yang menabraknya melarikan diri. Aku dan orang-orang yang melihat kejadian itu membawa Bulan ke rumah sakit. Belum sampai di rumah sakit, Bulan telah menghembuskan nafas terakhirnya.
“Bulaaaaaaaan. Maafkan aku!” aku berteriak sekencang-kencangnya.
*SELESAI*

gara gara unsur kimia

Rea teriak bang fatra dari ruang tamu, tapi rea tak bergeming dari tempat duduknya, ia tahu abangnya itu pasti ingin menyuruhnya membeli sate bakar ke depan kompleks rumahnya karena Nathan datang,Rea enggan karena ia akan bertatap muka dengan Nathan , ia jatuh hati pada sosok bertampang seperti Fedy Nuril ini, kenapa gue harus jatuh hati pada temannya bang fatra, seringkali ia mengajukan seperti ini pada dirinya sendiri tapi ia tak bisa menjawabnya cepat-cepat ia mengunci pintu karena ia tahu bang fatra dan bang Nathan pasti akan mendobrak pintu kamarnya apabila rea tak bergerak dari temat duduknya.

Rea bersandar di pintu kamarnya kembali ia teringat kenapa ia bisa jatuh hati pada bang Nathan,Saat itu Rea kerepotan karena ia ada tugas menghapal unsur kimia , Rea Paling tidak suka yang namanya EKSAKTA ia memilih di berikan tugas 10 page hapalan Suroh Al-qu’an daripada 1 hapalan EKSAKTA , dengan menggerutu di kamarnya sambil marah-marah pada guru yang memberikan tugas dan kenapa ada pelajaran kimia, kenapa kimia gak di musnahkan dalam pelajaran SMA , tiba-tiba bang Nathan nongol di pintu kamarnya sambil membawa segelas air putih dingin ,mungkin Nathan mendengarnya marah-marah ketika mengambil minum di kulkas yang dekat dengan posisi kamarnya.

Nathan menghampirinya,menanyakan kenapa Rea marah-marah lalu Rea hanya menunjukkan hapalan yang memenuhi semua buku catatannya, Nathan duduk di tepi tempat tidurnya lalu mengambil pulpen yang ada di jemari Rea lalu menulis cara cepat menghapal rumus kimia tersebut dalam waktu setengah menit, mula-mulanya rea ragu tapi setelah Nathan mempraktikkan cara menghapalnya, baru Rea percaya, esoknya di sekolah ia dapat nilai 90 karena ingat semua unsure kimia tersebut, teman-temannya malah heran melihatnya begitu cepat hapal padahal mereka tau dalam jangka waktu semalam gak mungkin dapat menghapal semua unsure tersebut.
Mulai dari saat itulah Rea jatuh hati pada sosok bang Nathan, hingga semenjak ia merasakan yang namanya C.I.N.T.A pada sahabat abangnya itu ia jarang keluar kamar kalau Nathan datang ke rumahnya.Rea…panggil bang fatra menggedor-gedor pintu kamarnya Rea tersadar dari lamunannya lalu menuju tempat tidurnya, menutup wajahnya dengan bantal, sedangkan pintu kamarnya seolah-olah terlepas dari engselnya gara-gara gedoran keras fatra.’’udahlah ra, maybe rea udah tidur teriak Nathan dari balik tv hingga fatra mengurungkan niatnya menggedor pintu kamar rea.

Esoknya Rea membeli poster super gede Unsur-unsur kimia dan memenuhi setiap sudut kamarnya kalau ia melihat gambar tersebut terkenanglah pada rea pada sosok Nathan.Hati Rea meleleh melihat cewek cantik itu di perkenalkan Nathan sebagai pacarnya kepada bang fatra, ia cepat-cepat masuk ke kamarnya dan mengunci pintu kamar hatinya hancur, rasanya darah tak lagi mengalir di dalam tubuhnya, ia menangis sesunggukan di tepi ranjangnya tak menghiraukan gedoran pintu kamarnya yang diiringi teriakan fatra menyuruhnya keluar.

Semalaman ia menangis hingga membuat matanya membengkak, ketika fatra menanyakannya ia hanya menjawab digigit serangga, sarapannya tidak di sentuh sedikitpun, kalau fatra memanggilnya sampai 4 kali panggilan baru rea menoleh itupun jaraknya hanya 1 meter.

Fatra heran juga melihat kelakuan sang adik berubah total tak suka tersenyum, hanya menunjukkan wajahnya yang datar, kalau di tanyakan ada masalah apa hanya menggeleng tak punya gairah hidup, rea sering menghabiskqn waktunya di kamar kalau ia menghampirinya kekamar, fatra mendapati rea termenung menatap unsure kimianya, ia menyangka rea bermasalah dengan kimia, wajarlah otak rea di bidang sastra.
"Rea gak pernah keluar biasanya wajahnya nongol di depan tv ujar Nathan mengganti channel tv."ku gak tau tan, dia sering melamun sambil mandangin unsure kimia ujar fatra menghirup kopinya, kening Nathan berkerut apa ada masalah lagi dengan kimianya ujar hatinya.
"Rea panggil Nathan ke-4 kalinya baru Rea menoleh,kenapa?ujarnya sambil memegang unsur kimia, "kamu kenapa kok sering di kamar ada masalah lagi ujar Nathan sambil mengusap kepalanya, Rea menggeleng sambil menepis pelan tangan nathan"aku fine ujarnya tersenyum hambar lalu rea masuk ke kamarnya lagi, Nathan merasa aneh menatap mata rea, mata itu seakan akan menyimpan sesuatu ,mata yang berharap banyak dari Nathan.
"Rea aku antar ya ujar Nathan sambil menghampiri rea di depan rumahnya ketika menunggu angkot, rea tersenyum sambil menggeleng padahal sebenarnya ia sudah telat 5 menit ,10 menit kemudian baru rea dapat angkot itupun harus terjepit di antara banyaknya penumpang. Nathan heran padahal dulu selalu rea yang memaksa untuk di antar kesekolah naik mobil sportnya supaya pamer sama teman-temannya kalau ia punya mobil spor Nathan tertawa saat rea mengatakan keinginannya tersebut tapi sekarang untuk bicara padanya saja rea malas apalagi menaiki mobil sportnya.

Fatra berjalan dari satu stand buku ke stand lainnya ia puas setiap stand menjual buku karangannya, lalu fatra berpaling kearah belakang, ia melihat wajah datar rea memandangi tiap buku seolah-olah ia sudah tidak butuh buku lagi, padahal kalau ia mengajak rea ke stand buku fatra yang kelabakan karena uangnya habis untuk membeli buku permintaan rea tapi kini adik semata wayangnya tak ada minat lagi bahkan sedikitpun kepada buku.

Langkah Rea berhenti di hadapannya berdiri Nathan tapi terlebih dahulu fatra memeluknya melepaskan kerinduannya selama 4 tahun tak bertemu karena fatra pindah ke bandung mengikuti kemauan rea yang ingin tinggal di rumah keluarga besar mereka.Dan selama 4 tahun rea tak berhenti memikirkan Nathan walaupun ia bersikap tak peduli rea yang makin dalam menyiksa perasaannya.

Ingin sekali ia menghambur kepelukan Nathan karena rasa rindunya tapi masih bisa di tahannya dengan melangkah menjauhinya pergi ke toilet dan menangis sesunggukan seperti yang di lakukannya 4 tahun yang lalu di samping ranjangnya , ia kasihan pada dirinya sendiri apakah salah mencintai orang seperti Nathan, apakah memang Nathan bukan miliknya melainkan milik renita, kekasih yang selalu di puji Nathan di depan matanya.
"Rea panggil Nathan menghampirinya tatkala keluar dari toilet, setelah jarak mereka setengah meter Nathan menatap tak percaya akan penampilan Rea yang berubah total dari dirinya yang dulu. "aku rindu ama kamu ujar Nathan sambil memeluknya pelan, rea tak menyangka Nathan bersikap seprti ini, hingga rea dapat mencium bau parfum Nathan yang membuatnya melayang seperti dulu ketika ia manaiki mobil Nathan hanya untuk menghirup wangi parfum Nathan.

Rea aku punya sesuatu buat kamu ujar Nathan melepaskan pelukannya, mudah-mudahan bukan undangan pernikahannya dengan renita rea menatap bungkus kado berwarna pink tersebut bentuknya seperti buku, tangannya yang indah mulai merobek sisi sampul lalu melihat judulnya:GARA-GARA UNSUR KIMIA, dengan tak sabar rea mencari tempat duduk untuk membaca buku yang di berikan Nathan.

Setelah semua buku di teliti juga sinopsisnya persis sekali dengan keadaan dirinya apalagi nama tokohnya sama, Nathan, rea, fatra, renita segera rea membaca endingnya dengan rasa haru rea menatap buku tersebut, lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh stand mencari seseorang yang begitu dekat di hatinya, ia berjalan sambil sesekali menatap buku tersebut, hingga tumit sepatunya terlepas tatkala berlari ke luar ruangan, nafasnya terburu tapi matanya menatap sosok yang di carinya rea menghampiri Nathan di samping mobilnya, lalu rea menghambur ke pelukan Nathan.

tangisnya pecah ia merasa penantiannya yang lama tak membuahkan hasil tapi nyatanya Nathan menunggunya semuanya terungkap tatkala rea pindah ke bandung semua barang-barang di angkut, rea sibuk memberesi perkakas dapur hingga fatra menugaskan Nathan memberesi kamar rea hingga tiba membuka semua poster unsure kimia rea , dengan hati-hati ia menggulungnya lalu membaca curahan hati rea selama ini di belakang poster tersebut secara tidak sengaja.

Mulai dari situ Nathan menata perasaanya pada rea dan ternyata hatinya menerima hingga ia berinisiatif membuat buku tersebut agar suatu saat rea tahu juga isi hatinya.Thank’s allah gara-gara kimia aku menemukan Nathan dan satu lagi aku sekarang menyukai kimia apalagi unsure-unsurnya hingga semua koleksi buku di kmarku ku buat sticker unsure kimia begitu juga dengan pacarku Nathan.

KU Tak Seburuk yang Kau kira

Bunyi dering handphone tepat pukul setengah Sembilan malam. Lalu Lala membaca sms darinya
“Selamat Bobo yach Adhe sayang,
smoga mimpiin aku,
I Love you so much ^_^”

Ku hanya bisa tersenyum gembira membaca sms darinya. Siapa sih yang nggak seneng kalo dapat sms dari sang kekasih. Dan ku balas
“I Love you too, Kaka sayang”
Itu sms terakhir penutup tidur. Waktu sudah malam dan aku pun sudah ngantuk.
Keesokan hari,
Aku berangkat sekolah seperti biasanya. Setiap hari aku berangkat sekolah bersama Fina dan Sinta.
Fina : “Zhi, cepetan keluar dah siang nich!”(teriak Fina)
Aku : “ea...bentar” (sambil buru-buru) Loh ko…kamu sendirian? Shinta mana?”
Fina : “nggak tahu, dia katanya mau berangkat sendiri”
Aku : “ kenapa? “ (Tanyaku heran)
Kami biasa ngobrol sambil jalan soalnya jarak rumah kita dari sekolah lumayan deket. Dari pada jalan sambil diem lebih baik sambil ngobrol atau sharing jadi nggak kerasa dah jalan jauh
Fina :”Zhi, Katanya kamu jadian yah sama Rendi sepupunya Shinta?”
Aku : “Hmmmp…iya maaf yah aku nggak ngasih tahu kamu lebih dulu”
Fina : “ea nggak papa itu kan privasi kamu, semoga langgeng yah”
Aku : “ makasih yah..kamu dah ngertiin aku”

Sasampainya di depan gerbang sekolah kita berpisah. Aku menuju kelas XI Ipa 2 sedangkan Fina menuju ke kelas XI Ips 6
Sesampainya di kelas
Via : “ciee…Cie..yang baru jadian “
Aku : “Huuzz…diem kamu, aku malu nanti pada tahu semua”
Via : “oia..pacar kamu yang baru itu anak mana sih?
Aku : “owh Rendi anak SMK 2”

Tiba-tiba pak guru masuk kekelas dan kita pun menyudahi perbincangan kita. Waktu berlalu 1 bulan lamanya hubungan aku dan Rendi baik-baik aja kami sering ketemu dan makin akrab, walaupun dulu masih sangat kaku karena aku bisa deket sama REndi karena dikenalkan oleh Shinta dan Fina.

Tapi setiap ngobrol masalah Shinta,Rendi tak pernah senang. Rendi selalu mengalihkan pembicaraan saat aku menyinggung masalah Shinta. Dalam hati aku merasa kalau Rendi dan Shinta saling bermusuhan. Aku berusaha untuk mendekatkan lagi hubungan mereka.
“Sayang,kanapa sih kamu ? ada masalah apa kamu sama Shinta? “ tanyaku.
“udah lah sayang, nggak usah bahas masalah dia, aku tuh nggak suka ma dia, aku benci sama dia”
“tapikan aku nggak enak sama dia, dia kan yang ngenalin kita sampai sekarang kita jadian”
“kita nggak usah mikirin dia, kita focus aja sama hubungan kita” jawabnya datar
“ya udah lah kalo itu mau kamu”

Sudah lebih dari 2 bulan hubungan kita. Aku merasa Shinta nggak Cuma benci sama Rendi tapi juga aku merasa di jauhi sama Shinta. Setiap hari biasanya kami berangkat sekolah bertiga, sekarang q berangkat Cuma sama Fina. Terus saat aku bertemu Shinta di sekolah dia tak pernah menyapa malahan memandangku dengan sinis. Akhirnya aku memutuskan untuk bertanya sama Fina.
“Fin, koq.. sekarang Shinta beda banget sama aku yah? Itu gara-gara aku jadian sama sepupunya? “ Tanya ku
“sebenarnya sih dia pernah cerita sama aku, kalo dia nggak suka kalo kamu jadian sama Rendi, kata dia kamu tuh pacaran sama Rendi Cuma morotin dia doank “ jawab Fina agak takut
“Sumpah,Fin. Aku tuh nggak pernah kaya gitu, aku nggak pernah minta apa-apa sama Rendi cinta aku tulus sama dia. Koq bisa-bisanya dia ngomong kaya gitu.” Sambil meneteskan air mata.
“ea udah lah,Zhi. Aku tahu ko kamu tuh nggak kaya gitu,udah jangan nangis” sambil memeluk ku.

Malamnya aku meminta untuk ketemuan sama Rendi. Dan Rendi belum tahu kalo aku sudah tahu semuanya.
“ Tumben kamu minta ketemuan ? biasanya aku yang harus mohon-mohon pengen ketemu. Adhe dah kangen banget yah sama Kaka” Tanya Rendi.
“ Hmmmp. Bukan karena itu tapi aku mau ngomong penting sama kamu,ka”
“ Serius banget sih? Masalah apa? Perasaan hubngan kita baik-baik aja” Tanya Rendi heran.
“ Aku dah tau kenapa Shinta sekarang berubah sama aku, dan Kenapa Kaka musuhan sama Shinta? Itu karena Shinta nggak suka kan aku jadian sama Kaka, terus Shinta nganggap aku pacaran sama Kaka Cuma buat morotin Kaka doank kan?? Kenapa Kaka nggak pernah ngomong kalo Shinta nggak suka aku jadi cewe Kaka? Kaka udah tahu dari dulu kan? Jawab,Ka? Kenapa?” dengan mata berlinang-linang
“ iya…sekarang kamu tahu kan kenapa aku benci sama Shinta? Maafin aku nggak pernah ngomong masalah ini ke kamu, aku nggak mau kamu sedih “ jawabnya dengan rasa bersalah.
“ jadi gara-gara aku kan ? kalian sekarang bermusuhan? Sekarang aku minta kita putus dan aku mohon kalian baikan lagi , bagaimanapun dia sepupumu,Kak?”
“ Aku mohon jangan putuskan hubungan kita, aku dah terlanjur sayang sama kamu” sambil menggenggam erat tangan ku
“ udah lah biarkan kita putus, Kaka sayang kan sama aku, Kaka nggak mau kan kalo orang yang tulus sayang sama Kaka, di kira nggak tulus sayang sama Kaka, apalagi di bilang Cuma mencintai hartanya saja”
“ baiklah jika itu mau kamu, izinkan aku memelukmu tuk terakhir kali”

END ...

penantian dan harapan

PENANTIAN DAN HARAPAN 

Teriknya mentari tak menyuluhkan semangatku untuk mencari dia sang belahan jiwaku. Ku telusuri kota ini ku tanyakan kepada semua orang di pinggir jalan dimana rumahnya . Hari pertama nihil tak menemukan informasi satu pun yang ku dapatkan tentang keberadaan dirinya tapi aku tak kan pernah surut semangatku untuk tetap mencari keberadaan dirinya.

Esoknya aku mencoba mencari dirinya tak jua menemukan informasi tentang keberadaan dirinya sampai akhirnya ku cari informasi di salah satu teman dekatnya . Dan teman dekatnya tahu di mana keberadaan dia sekarang ketika ku dengar pernyataan itu hatiku serasa bahagia dan riang sekali . Saat itu juga aku pergi ke rumahnya di perjalanan menuju rumahya ku berdo’a semoga saja dia tak melupakan aku dan dia belum jadi milik orang lain .

Sesampainya disana ku ketok pintu rumahnya secara perlahan . Pintu itu terbuka dan ada seorang wanita yang cantik dan anggun berdiri di depanku . Cari siapa mas, “sapa wanita itu dengan lemah gemulai”, saya mencari pemilik rumah ini, “jawabku”. Oh saya sendiri pak silahkan masuk, silahkan duduk pak, “kata wanita itu dengan senyuman yang manis”. Oh tuhan apakah dia shinta dambaan hatiku apakah aku hanya mimpi ku terpesona melihat wanita itu dia anggun dan sangat sempurna bagi aku .

Pak ada keperluan apa mencari saya, “sahut waita itu”, Shinta apa kamu tidak mengenali saya, saya ini Dika temen SMP kamu waktu dulu, “jawabku sambil menaruh harap agar dia tak melupakan aku”. Dika…..temenku SMP tunggu aku ingat-ingat dulu, “sahut Shinta”, ku berharap semoga ia ingat denganku lama aku menanti jawabanya sampai akhirnya , oh….. aku ingat kamu Dika yang waktu dulu suka membantu aku bila ada seseorang yang sedang mengganggu aku , lama ya kita tak berjumpa dan terima kasih dulu kamu sudah banyak menolong aku , aku tak mungkin melupakan kamu bagi aku kamu adalah malaikat hidupku, “jawab Shinta”.

Mendengarkan jawaban dari Shinta hatiku senang sekali ternyata dia ingat kepadaku dan juga dia menganggap aku adalah pahlawan baginya sekarang apakah Shinta menaruh hati padaku atau tidak . Shin….. tujuanku kesini sebenernya ingin mengungkapkan perasaan yang lama sekali aku pendam, “kataku dengan hati yang tak karuan”, perasaan apa, “jawabnya”. Sebenarnya aku malu mau mengatakan semua ini tapi aku tak bisa memendam semuanya, sebenarnya aku….. aku……aku….. jatuh cinta padamu sejak waktu kita duduk di bangku kelas 1 SMP tapi aku tak berani mengungkapkanya ku coba untuk melupakanmu tapi aku tak bisa ku terus memikirkanmu , kamu tidak marahkan mungkin semua ini tak pantas diucapkan karna ku tahu kamu pasti sudah dimiliki oleh orang lain mungkin orang itu lebih sempurna dari pada aku, “jawabku sembari menaruh harapan kalau dia merespon kata-kataku dengan baik”.

Dika…. Maaf aku juga suka sama kamu tapi hanya sebatas teman akrab saja tidak lebih dan aku juga shok mendengar semua perkataanmu itu aku tak tau kalau kamu menaruh perasaan padaku aku jadi merasa bersalah dan asalkan kamu tahu ya aku ini belum menikah aku ini masih single, “jawabnya”. Aku sedih mendengarkan jawaban dari Shinta tapi disisih lain aku juga senang ternyata Shinta masih single. Shin maaf sebenarnya aku juga ingin melupakan kamu tapi aku tak bisa setiap aku mencoba untuk melupakanmu akhirnya aku malah makin cinta padamu, “jawabku”. Sekarang saya Tanya sama kamu emangnya kamu masih sendiri toch koq bilang seperti itu sama saya, “tanyanya”. Sekarang aku bingung mau menjawab bagaimana jika aku bilang kalau aku sudah menikah nantinya Shinta menjauh dariku karna dia tak mau mengganggu hubunganku jika aku bilang belum menikah nantinya Shinta akan marah dan benci padaku sekarang aku harus jawab bagaimana ku coba untuk berfikir sejenak, Shin sebenernya aku ini sudah menikah tapi aku serius sama kamu aku ingin kita ini bersatu dalam satu ikatan janji suci jujur aku ingin sekali memilikimu dan menjadi pendamping hidupmu, “jawabku.

Shinta hanya terdiam membisu ku harap Shinta tidak marah kepadaku atau benci kepadaku . Shin kenapa denganmu apa kamu marah denganku, “tanyaku”, aku tak tahu aku juga bingung tapi kalau begini ceritanya kamu lupakan aku saja dan kamu bersama istri dan anak-anak mu pasti kamu lebih bahagia dari pada dengan ku, “jawabnya”. Aku termenung dan pulang dengan keadaan yang galau aku bingung harus bagaimana tapi ku tak menyerah ku tetap berharap agar dia jadi miliku seutuhnya .

Esoknya ku datang kembali ke rumahnya untuk sampainya di sana Shinta menyambutku dengan ramah dan anggun. Shin kemarin kamu tidak marah denganku, “tanyaku dengan penuh harapan”. Shinta hanya terdiam saja aku jadi semakin bersalah kepadanya mungkin karena ucapanku kemarin Shinta jadi ilfil padaku. Selang waktu kemudian Shinta tersenyum padaku hal ini sangat membuatku bingung . Kenapa Shinta tersenyum padaku apa dia tidak marah padaku atau hanya memberiku senyuman terakhir, “tanyaku dalam hati”.

Dik……, kenapa aku harus marah padamu kamu itu tidak punya salah kepadaku, sebenarnya tadi malam aku merenungi semua ucapanmu kemarin dan aku sudah punya jawaban untuk kamu tentang pertanyaanmu itu, “jawabnya dengan senyum manisnya itu yang membuatku terjatuh pilu”. Apa jawabanya Shin aku jadi deg…deg….kan nich, “jawabku dengan riang dan penuh harapan semoga Shinta menerimaku untuk jadi pendamping hidupnya”. Dik setelah aku pikir-pikir sebenarnya aku juga suka sama kamu bukan sebagai teman akrab saja tapi lebih dari itu yaitu jadi pendamping hidupku untuk selamanya, “jawabnya”. Mendengar jawaban dari Shinta aku merasa hidupku sangat sempurna dan tak akan ku lupakan dalam hidupku.

Aku bersyukur kepada tuhan akhirnya Shinta menerima ku juga tak ada lagi beban dalam hidupku semuanya karena Shinta cinta pertamaku yang dulu sempat hilang kembali lagi kepadaku membawa cerita yang tak ingin ku lupakan dalam hidupku . Walau sesungguhnya ada permintaan shinta yang tak mungkin aku lakukan . Shinta memintaku untuk menceraikan istriku tapi aku tak bisa karena sesungguhnya aku juga sangat mencintai istriku dan anak-anak ku tapi saat itu aku menyetujui permintaan Shinta.

Hari demi hari ku lalui dengan menjalin hubungan dengan Shinta tanpa sepengatahuan istriku . Sampai suatu ketika Shinta bilang kepadaku bahwa ingin mengakhiri hubungan ini saja karena baginya harapan untuk bersamaku sangat tipis dan dia tak ingin menyakiti hati istri dan anak ku . Saat itu aku tetap meyakinkan Shinta untuk tetap bersamaku aku tak ingin berpisah dengan Shinta . Aku sangat mencintainya dan ingin menjadikan shinta istriku

Tapi semakin lama Shinta terus menjauhi aku , aku bingung dengan keadaan ini mengapa Shinta menjauhi aku. Padahal aku sangat mencintainya dan ingin menjadikan dia pendamping hidupku. Sampai akhirnya aku ajak Shinta ketemuan awalnya Shinta menolak tapi aku terus memaksa dan akhirnya Shinta menerima ajakanku . Shin kenapa kamu menghindar sama aku “tanyaku”, Sebenarnya aku tak ingin menjauhi kamu tapi keadaan yang memisahkan kita aku gak bisa terus bersamamu aku gak mau membuat kamu berpisah dengan keluarga-keluarga kamu yang kamu sayangi maafin aku dik tapi aku tak bisa meneruskan hubungan ini kita berakhir sampai di sini saja lupakan aku dan kembalilah ke keluarga yang menyayangimu seutuhnya “jawab Shinta”.

Mendengar jawaban dari Shinta ku tak bisa omong apapun aku sangat sedih aku terpukul . Sejak itu aku tak bertemu Shinta lagi aku coba datang kerumahnya tapi Shinta sudah pindah keluar kota . Aku mencoba melupakan Shinta tapi aku tak bisa ku sangat terpukul sampai aku sadar ku tak bisa selamanya seperti ini aku mempunyai keluarga yang menyayangiku . Sebenarnya aku juga sayang kepada keluargaku aku harus bisa melupakan Shinta.

kuncup bunga terakhir

KUNCUP BUNGA TERAKHIR 
 
Hujan masih menitik disaat kokok ayam jantan memecah atmosfir sunyi dini hari. Jam menunjukan pukul 03.30. Khasna masih terpekur diatas potongan batang bambu yang terjejer rapi diatas kolam. Waktu seakan tak menghiraukannya. Menenggelamkannya dalam derai air mata sejak dentang tengah malam. Khasna mendongak perlahan. Leher dan pundaknya terasa sedikit pegal. Berdiam dengan posisi yang sama dalam waktu yang cukup lama membuat badannya terasa kaku. Apalagi dengan diselimuti kabut dini hari yang terasa menusuk kulit. Khasna melihat ke langit. Dari balik mata sembapnya, ia melihat kuncup-kuncup fajar mulai merekah. Langit tak lagi segelap malam.
“Astaghfirullahal’adzim.” Khasna bergumam pelan. Dengan kedua telapak tangannya, ia mengusap air mata yang masih saja terus meleleh. Setelah dirasa jiwa dan raganya cukup kuat, Khasna bangkit dari duduknya. Disisingkannya lengan panjang baju tidurnya. Digulungnya dengan teratur kain celana yang menutupi kedua mata kakinya.

Perlahan air dingin membasahinya. Mensucikan setiap jengkal kulit tubuh yang ia basuh. Memberikan kesegaran serta ketenangan pada batinnya yang terguncang. Ia akan bercerita. Menumpahkan segala rasa yang membelenggu pada Tuhannya. Mengadukan tanggungan rasa yang tak mampu ia pikul. Dalam balutan mukena putih bersih, Khasna dengan khusyuk terus bersujud. Tak mempedulikan sajadahnya yang basah oleh derai air mata. Tak mempedulikan waktu yang terus merayap.

Semua ini bermula ketika ia baru menjadi relawan tenaga pengajar di sebuah daerah terpencil di Papua. Sejak ia menginjakkan kaki di usia remaja hingga ia berusia 20 tahun saat ini, semangatnya untuk menjadi relawan di daerah terpencil di Indonesia tak pernah surut. Dan akhirnya mimpi itu terwujud. Di daerah dimana ia ditempatkan saat ini, Khasna dibantu oleh Mas Kholif dalam tugasnya menjadi tenaga pengajar. Kebetulan mereka mengajar disekolah yang sama. Mas Kholif telah menjadi relawan pengajar sejak 3 tahun lalu. Sehingga tidak heran jika ia lebih akrab dengan masyarakat lokal. Selisih umur mereka yang hanya terpaut 4 tahun, membuat Khasna mudah untuk menjalin komunikasi dengan Mas Kholif. Sebelumnya Mas Kholif ditempatkan berdua dengan Mas Hanif. Namun tepat 1 bulan sebelum Khasna datang, Mas Hanif kembali kedaerah asalnya di Purwokerto untuk menikah.

Pernah suatu hari ketika Khasna mengabsen anak didiknya, dua orang tidak hadir. Ketika ditanyakan pada teman yang lain, “Mereka mencari ulat sagu.” Jawabnya. Khasna heran, “Untuk apa mereka mencari ulat sagu?”
“Sebagai lauk makan siang. Dimusim seperti ini, ulat sagu sedang banyak.” Khasna mual. Perutnya serasa diaduk. Membayangkan hewan gemuk sebesar ibu jarinya menggeliat diatas penggorengan atau diatas api ketika dibakar.
“Hooekk!!” Keringat tiba-tiba membasahi dahinya. Wajah Khasna pucat. Dengan menahan isi perut yang hendak keluar, Khasna berlari keluar ruangan. Pagi tadi dia belum sarapan pagi, sehingga yang keluar hanya air.
“Anda tidak apa-apa, Bu Khasna?” Tanpa disadarinya Mas Kholif suda ada dibelakangnya. Memandang cemas Khasna yang terus memegangi perut. “Saya tidak apa-apa. Hanya sedikit lelah.” Akunya sedikit berbohong. Ia tak mungkin menceritakan bahwa ia mual setengah mati membayangkan ulat sagu dijadika lauk makan siang. Mungkin itu hal yang wajar bagi penduduk sekitar, namun tidak baginya.
“Hhooeek!!” Khasna mual lagi. Ia harus mengalihkan pikirannya dari ulat sagu itu. Jika tidak dia akan terus muntah-muntah.
“Sebaiknya anda istirahat saja. Biar saya yang menggantikan anda mengajar.” Saran Mas Kholif. Ia sungguh tak tega melihat Khasna yang sudah cukup kurus terlihat makin kurus karena sedang tidak sehat. “Tapi bagaimana dengan kelas anda?” tanya Khasna tak enak.
“Kelas saya sudah selesai. Sebaiknya anda bergegas pulang. Muka anda makin pucat.” Khasna tak membantah. Ia memang harus segera tidur dan bangun dengan harapan telah melupakan mengenai peristiwa ulat sagu itu. “Terima kasih.” Ucap Khsana tulus. Mas Kholif memang baik. Dia memang selalu menolong Khasna setiap dirinya kesusahan.

Siang sangat terik. Hari ini sekolah libur. Salah seorang penduduk berniat untuk membangun rumah. Sehingga seluruh kaum pria, tak terkecuali anak-anak atau remaja, bergotong-royong membantu. Para kaum wanita bekerja didapur. Membuat makanan untuk disantap setelah lelah bekerja.
“Ah, iya. Hari ini aku harus mengambil laporan pengajaran ketika aku ijin pulang kemarin. Semoga Mas Kholif ada dirumah.” Bergegas Khasna mengenakan pakaian panjangnya. Cukup celana panjang longgar dan baju lengan panjang yang menutupi tubuhnya hingga lutut. Ditempatnya sekarang Khsana juga harus menyesuaikan caranya berpakaian. Apalagi melihat keadaan alam tempat ia beraktifitas sekarang dengan ketika ia masih tinggal di Bandung. Sangat berbeda. Celana cukup praktis dan membuatnya leluasa bergerak dibandingkan dengan gamis atau rok panjang yang ia suka kenakan ketika berada di Bandung.

Kebetulan sekali Mas Kholif sedang berada dihalaman rumah ketika Khasna sampai. Hanya satu panggilan, Mas Kholif sudah dapat menyadari kedatangan Khasna.
“Tumbenan main ke rumahku, Dik.” Komentar Mas Kholif. Khasna terkekeh. Oh, iya. Walau disekolah Mas Kholif memanggil Khasna dengan sebutan ‘Bu’, tapi jika diluar lingkungan sekolah Khasna dipanggil dengan sebutan ‘Dik’.
“Ganggu nggak, Mas? Aku cuma mau ngambil laporan pengajaran waktu aku ijin. Ehm, makasih banget lho. Lagi-lagi aku ditolong sama Mas Khollif.” Ujar Khasna rikuh. Yang diberi ucapan terima kasih justru hanya tersenyum. Dimata Khollif pribadi, sosok Khasna ketika mengajar dikelas dengan Khasna ketika diluar lingkungan sekolah, keduanya sangat berbeda. Apalagi jika sedang berbincang dengannya seperti ini, Khasna semakin terlihat seperti gadis remaja. Kedewasaan yang umunya muncul di umur 20 tahun sama sekali tak nampak.
“Astaghfirullah.” Gumamnya. Tiba-tiba ia merasa terkejut dengan pemikirannya mengenai Khasna. Ya Allah, jangan sampai pikiran ini meracuni hatiku, batin Kholif.
“Mas nggumam apa? Ngomong-ngomong laporannya mana?” tanya Khasna, heran dengan sikap Mas Kholif yang dari tadi terdiam.
“Sebentar ya. Tak ambil dulu didalam.” Kholif meninggalkan Khasna yang kemudian asyik berayun di ayunan kayu yang ia buat sendiri.

Hari-hari berjalan dengan lancar sejauh ini. Ia juga merasa semakin lama Mas Kholif semakin terasa dekat. Seperti mempunyai pelindung ditempat yang belum lama ia kenal. Sampai kejadian itu tidak terduga. Datang dengan cepat dan membawa perubahan luar biasa dalam hubungan pertemanan antara kedua insan itu. Sebelumnya khasna tak menemukan tanda-tanda yang berarti pada diri Mas Kholif. Memang sikap Mas Kholif padanya menjadi lebih lembut. Bahkan ia tidak mau bercanda sedikit berlebihan dengan Khasna seperti sebelumnya. Tapi perubahan sikap Mas Kholif tersebut tak membuat Khasna berpikir bahwa Mas Kholif mencintai dirinya. Dan kemudian, lamaran secara tidak langsung itu terucap. Terangkai dengan kata yang sederhana, namun sama sekali tak ada keraguan. Mas Kholif berkata bahwa ia mencintai Khasna bukan karena keadaannya saat ini yang mendesaknnya. Ia tulus mencintai Khasna. Dirinya sendiripun tidak pernah menduga bahwa ia akan jatuh cinta pada Khasna.

Khasna mengakhiri sholat tahajudnya. Hatinya telah lebih tenang. Insya Allah, surat kepada keluarganya yang yang ia kirim seminggu yang lalu mengenai lamaran Mas Kholif pun akan sampai hari ini. Dan setelah keluarga, terutama kedua orang tuanya, memberi jawaban, maka Khasna akan memberi jawaban pada Mas Kholif.
“Pagi, Bu Khasna.” Dari belakang punggungnya Mas Kholif menyapanya yang baru saja sampai. Sikap Mas Kholif tidak berubah setelah kejadian lamaran itu. Dia tidak menjauhi Khasna dan juga tidak berusaha mencari muka. Natural namun tetap bersikap lembut pada Khasna. Terkadang malah Khasna yang dibuat salah tingkah.
“Ah,eh…pagi. Pagi benar, Mas? Eh, maksud saya Pak Kholif.” Khasna tersenyum kecut karena salah tingkahnya barusan. Ugh, malu! Pikir Khasna.

Sorenya surat itu tergeletak didepan pintu rumah Khasna. Dengan tidak sabar, langsung di baca oleh Khasna.
“Subhanallah, terima kasih ya Allah. Ayah dan ibu menerima Mas Kholif.”

Dua minggu kemudian pernikahan sederhana itu berlangsung hikmat. Mas Kholif dan Khasna memutuskan untuk menikah di kota terdekat yang banyak terdapat muslim untuk dijadikan saksi janji suci mereka berdua.
Karena masa tugas yang belum tuntas, untuk sementara mereka akan tetap tinggal di Papua. Namun mereka akui, dalam hati kedua insan yang sedang berbahagia itu, rasa bahagia dan cemas tetap melanda ketika mereka akan bertemu kedua orang tua masing-masing.

adjective clause

adjective clause

Adjective clause adalah klausa yang berfungsi sebagai adjektiva. Seperti telah kita ketahui, adjektiva adalah kata yang menerangkan nomina. Jadi, adjective clause juga berfungsi demikian, yaitu memberi keterangan pada nomina.

Adjective clause adalah tanggungan klausul yang memodifikasi sebuah kata benda. Hal ini dimungkinkan untuk menggabungkan dua kalimat berikut untuk membentuk satu kalimat yang berisi Adjective clause

* The children are going to visit the museum.
* They are on the bus.

The children who are on the bus are going to visit the museum.
| adjective clause |

Dalam kalimat di atas, ada dua cara lain untuk menulis kalimat dengan benar menggunakan kalimat kedua sebagai Adjective clause :

* The children that are on the bus are going to visit the museum.
* The children on the bus are going to visit the museum.

Beberapa kalimat lain dapat dikombinasikan menjadi kalimat dengan menggunakan Adjective clause dalam berbagai cara, dan mereka semua benar. Perhatikan berbagai cara di mana dua kalimat berikut dapat dikombinasikan.

* The church is old.
* My grandparents were married there.

The church where my grandparents were married is old.
The church in which my grandparents were married is old.
The church which my grandparents were married in is old.
The church that my grandparents were married in is old.
The church my grandparents were married in is old.

Dalam kalimat di atas, Adjective clause digarisbawahi. Semua jawaban yang benar. Perhatikan penggunaan kata “in” dan bagaimana dan di mana ia digunakan.Adjective clause dimulai dengan relative pronoun atau relative adverb.

Berikut ini beberapa contoh adjective clause:

Adjective clause dengan relative pronoun
Contoh:

* The man who is sitting over there is my father.
* The book which you bought yesterday is very interesting.
* This is the place that I visited some years ago.
* Mr. Bambang whose son is my friend is presenting a paper in a seminar.

Adjective clause dengan relative adverb
Contoh:

* This is the reason why she did it.
* The time when the plane takes off and lands will be changed soon.
* Palembang is the place where I was born.

Dalam contoh-contoh di atas bisa kita lihat bahwa adjective clause tersebut menerangkan nomina yang ada di depannya (antecedent).
Misalnya:

* Adjective clause who is sitting over there menerangkan nomina the man.
* Adjective clause why she did it menerangkan nomina the reason.

personal pronouns

Personal pronouns adalah kata ganti untuk orang, binatang, tempat, atau sesuatu benda. Dalam kalimat, personal pronouns dapat digunakan sebagai subjek (the subject of a verb) maupun objek (the object of a verb).


Subject Pronouns
Personal pronouns yang digunakan sebagai subjek kata kerja adalah I, you, he, she, it, we, dan they. Perhatikan contoh kalimat berikut ini:
- Lisa likes cats. She has four cats.

Pada kalimat pertama, Lisa (proper noun) adalah subjek kalimat atau subjek kata kerja likes. Sedangkan pada kalimat kedua, she adalah subjek kalimat dan sebagai kata ganti untuk Lisa.

Beberapa contoh personal pronouns sebagai subjek:
- My name is Michael. I am fourteen.
- My father works hard. He works in a factory.
- My sister is older than me. She is twelve.

- Our dog is very naughty. It likes to chase cats.

- Bob, you are a bad boy!

- David and I are playing football. We like sports.

- Jim and Jeff are my brothers. They are older than I am.